“…Dan jika setiap manusia berjalan dalam
keseragamannya, masih ada yang ingin mendahului dan menjadi yang paling awal.
Padahal setiap kelemahan akan terlihat ketika barisan terpecah, dan egoisme
masing-masing tak dapat ditahan…”
Seperti pada malam-malam biasanya, malam ini akan
dilaksanakan kajian mengenai Diskusi Epistemologi Islam. Dalam kajian kali ini,
materi akan disampaikan oleh Abang Miftahul Huda. Pembawa acara pada mala mini
langsung dipimpin oleh Muhammad Lutfi Firdaus, dan dilanjutkan dengan pembacaan
ayat suci Al-Quran, yakni Surat Al-Fathir, ayat 1-7. Dalam kesempatan kali ini,
Mas Miftah menyampaikan permohonan maaf karena belum bisa menyampaikan dengan
menggunakan slide. Dalam hal ini, beliau menyampaikan bahwa beliau sedikit
malas dalam menyampaikan dengan slide, dan beliau sedikit membawa canda bahwa
ada anugerah saat beliau menulis dengan slide. Dalam kesempatan kali ini, akan
pertama kali dibahas mengenai teori-teori politik Islam.
Dalam pembahasan sebelumnya dibahas mengenai wajibnya
ada keimamahan, dan kita adalah orang yang pertama kali harus mengawali adanya
keimamahan. Dalil wajibnya keimamahan, selain memang kewajiban, adalah untuk
mencegah kemudharatan, dan menunaikan kewajiban-kewajiban ummat Islam. Secara
tidak langsung, dapat dikatakan, bahwa masyarakat suatu negara akan diatur oleh
Al-Quran, dan As-Shunnah. Selain itu, dalil keempat, yaitu terwujudnya keadilan
yang sempurna. Keadilan ini adalah dengan menentukan hukum berdasarkan Al-Quran
dan As-Sunnah. Pada akhir dari pertemuan ini, adalah praktek-praktek keimamahan
yang dapat dipelajari dalam sejarah Islam. Para Shahabat Nabi adalah
orang-orang yang sangat kuat keinginannya untuk masuk Syurga.
Rasulullah dan para shahabat secara tidak langsung
memang tidak merinci bagaimana bentuk keimamahan tersebut. Dalam hal pengertian
mengenai kekurangan dan kelebihan kekhalifahan, maka perlu dirujuk bagaimana
pertama kali kekhalifahan itu terbentuk pasca Rasulullah. Dalam kesempatan ini,
Mas Miftah, akan sedikit melakukan review terhadap kekhalifahan Khullafatur
Rasyidin.
-
Pengangkatan Abu Bakar
Hal ini dilakukan saat
wafatnya Rasulullah, dan beberapa orang dari kaum Anshar berkumpul di Bani
Syaqifah dan membahas mengenai pengganti Rasulullah. Kepemimpinan dilakukan
dengan menjamin berlangsungnya kebutuhan agama dapat berjalan dengan baik, dan
secara politik. Hikmahnya adalah betapa pentingnya kepemimpinan dalam ummat
Islam, sehingga sampai dikatakan ummat ini tidak akan tenang walau sedetikpun tidak
ada pemimpin, sehingga jenazah Rasulullah sempat terlantar, padahal Rasulullah
pernah menyampaikan, bahwa ada beberapa yang harus disegerakan, yaitu datang
waktu shalat, datang jenazah, dan datang kecocokan saat ingin menikah dengan
janda. Hal ini menunjukkan bahwa keimamahan merupakan hal yang sangat penting,
dan dalam kewajiban agama, yaitu mendirikan kepemimpinan ummat Islam merupakan
hal fundamental. Hal yang terpenting, atau prinsip dasar, yaitu adanya wujud
sempurna kekhalifahan, maka harus dipilih orang, dengan kriteria tertentu.
Prinsip penting dalam pengangkatan khalifah menjadi hal fundamental. Dalam
pemilihan ini, kekhalifahan ideal, ketika khalifah dipilih oleh ummat atau
wakil-wakil atau tokoh-tokoh ummat. Hal ini dikenal sebagai syura (musyawarah).
Prinsip kedua, adalah pemimpin ditaati hanya jika perintahnya tidak melanggar
Al-Quran dan As-Sunnah. Khalifah hanya ditunjuk untuk mengkoordinasikan. Para
ulama selalu menulis tentang mengapa Abu Bakar? Hal ini pernah dijelaskan bahwa
yang pertama kali mencetuskan adalah orang-orang syiah, dan Ali adalah orang
yang ditunjuk sebagai pengganti, dan dikalangan Syiah, Abu Bakar, Umar, dan
Ustman, dianggap sebagai perampas hak Ali. Abu Bakar dipilih karena hampir
tokoh-tokoh masuk Islam karena dakwah Abu Bakar. Abu Bakar adalah orang yang
paling banyak menemani Rasulullah, dan beliau pernah bersabda, bahwa Abu Bakar
adalah kekasih Rasul jika Allah mengijinkan untuk memiliki kekasih manusia.
Penunjukan Abu Bakar sebagai imam shalat dijadikan hujjah oleh ulama sebagai
suatu cara Rasulullah untuk menggantikan beliau. Isu lainnya adalah Ali tidak
mau berbaiat kepada Abu Bakar. Hal ini harus diperhatikan, dan harus
berhati-hati. Ali pada akhirnya tetap berbaiat kepada Abu Bakar.
-
Pengangkatan Umar bin Khattab
Umar diklaim ditunjuk oleh
Abu Bakar tanpa mekanisme Syura. Ada kekhwatiran, bahwa persatuan ummat Islam
akan pecah di saat yang genting. Para shahabat sudah memiliki naluri bahwa
suatu saat ummat akan pecah. Hal ini menjadi perhatian penting, bahwa ummat
harus tetap dalam persatuan, dan tidak boleh membesarkan perbedaan-perbedaan
kecil. Abu Bakar dengan melihat kepentingan ummat dan persatuan ummat, maka
secara langsung menunjuk Umar, setelah bermusyawarah dengan para shahabat yang
memiliki kualifikasi untuk bermusyawarah. Hal ini disebut dalam konsep “ahlul
hali wal akdi”. Abu Bakar memanggil Abdurrahman bin Auf, dan menanyakan tentang
bagaimana mengenai Umar? Beliau menjawab bahwa Umar adalah laki-laki terbaik
yang terlihat. Lalu, memanggil Usman dan menanyakan hal yang sama. Dan beliau
menjawab, bahwa Demi Allah sisi dalamnya lebih baik daripada sisi luarnya. Lalu
memanggil sahabat yang lain, dan setelah melihat bahwa para sahabat sepakat,
maka Abu Bakar mendikte Usman bin Affan, tentang surat wasiat tentang
pengangkatan Umar bin Khattab. Jadi pada kepemimpinan Abu Bakar ke Umar bin
Khattab, tetap ideal, dan kehidupan yang dilalui keduanya adalah
keajaiban-keajaiban. Dan intinya prinsip musyawarah tetap dipakai.
-
Pengangkatan
Usman bin Affan
Umar menunjuk 6 sahabat
besar, yaitu Abdurrahman, Ali, Usman, Thalhah, Saad, dan … yang dikenal sebagai
ahlul hali wal ahdi. Kemudian dilakukan penyelidikan, dan dilakukan muswarah
selama 3 hari, dan di Masjid Madinah berakhir dengan pengangkatan Usman bin
Affan. Lalu, disampaikan bahwa persatuan kaum muslimin masih bertahan. Seorang
sahabat yaitu Usman yang dijamin masuk Syurga, ada fitnah di dalam pemerintahan
beliau. Usman masih mengikuti manhaj dua khalifah, dan kesejahteraan terus
tersebar di mana-mana, dan akhir pemerintahan ada fitnah, setelah timbulnya
fanatisme terhadap kekabilahan. Usman bin Affan terbunuh secara lalim, sebelum
menunjuk pengganti beliau. Hikmah yang dapat diambil bahwa Allah ingin
menunjukkan adanya cara lain untuk memilih khalifah. Masalah ini nantinya yang
akan mempengaruhi pada permasalahan kepemimpinan Ali, dan Muawiyah. Kepemimpina
ideal adalah pembaitan yang ikhlas.
-
Pengangkatan Ali bin Abi Thalib
Terpilihnya Ali ketika kaum
Muslimin sudah sangat besar, dan tersebar bukan hanya di Jazirah Arab. Saat era
di kebijakan Usman, Usman sering mengangkat kerabat keluarga dalam bagian
pemerintahan yang lain. Hal ini menyebabkan ketika Ali diangkat, maka ini
menjadi alasan penolakan Muawiyah, karena masalah kaum muslimin yang sudah
luas, dan hanya kaum madinah yang berbaiat kepada Ali. Pembaiatan Ali hanya
dilakukan oleh Irak, Hijaz, kaum pemberontak dan Muawiyah menolak. Kewajiban
bagi Ali untuk menyatukan negara. Pada akhirnya ada peperangan antara Ali, dan
Muawiyah, dan para Shahabat. Sehingga, ada penganggapan, peristiwa politik
“perebutan kekuasaan” sebagai pemicu dalam perpecahan ummat, dan menyebabkan
mereka bersikap apolitis. Perpecahan ummat bukan karena keinginan untuk menjadi
pemimpin, namun perpecahan ummat setelah Khulafatur Rasyidin, tidak lagi dalam
keadaan ideal. Perpecahan yang terjadi bukan karena politik, namun karena
kondisi ummat muslim yang tidak lagi ideal untuk menyatukan ummat. Kelompok
Ahli Sunnah Wal Jamaah, menyatakan bahwa kepemimpinan Ali merupakan
kepemimpinan yang sah, karena telah dibaiat, selain itu Ali merupakan shahabat
terbaik yang ada pada kala itu. Ali pada akhirnya terbunuh, dan terjadi saat
beliau shalat oleh orang Khawarij. Hal ini dapat ditarik satu garis,
kekhalifahan berlangsung secara musyawarah, dibaiat, dan tidak ada nasab
keluarga yang menjadi pewaris kekhalifahan.
Inilah periode Khulafatur
Rasyidin, yang merupakan kekhalifahan yang sah, dan sesuai dengan Syariat
Islam.
-
Pengangkatan Muawiyah
Muawiyah dibaiat oleh
penduduk Syam, dan baru dibaiat oleh ummat setelah tahun persatuan. Hasan
menyerahkan kekhalifahan pada Muawiyah, namun pada akhirnya Hasan meninggal
karena diracun oleh istrinya. Hakikat pembaiatan Muawiyah karena adanya
keterpaksaan. Pemberian kekuasaan Hasan adalah untuk mempersatukan ummat. Pada
detik ini terjadi perpecahan antara idealisme dan realita. Dan pada akhirnya
ada penyimpangan menuju arah Monarki atau kerajaan. Sekali lagi Muawiyah adalah
sahabat Nabi.
-
Pewarisan Khalifah pada Yazid
Pemahaman ini adalah pewarisan ini disebabkan
realitas masyarakat muslim tidak seideal Madinah. Ada kekhawatiran dalam diri
Muawiyah, ummat akan berperang lagi. Ahlul Hali wal Akdi, seluruhnya adalah
kerabat Muawiyah, dan mau tidak mau, khalifah harus berasal dari Bani Muawiyah.
Ide ini tidak berasal dari Muawiyah. Khalifah Al Mughirah, datang pada Khalifah
Muawiyah, dan meminta Yazid untuk menjadi khalifah. Muawiyah masih melakukan
musywarah untuk melakukan kebijakannya dengan Ziad.
Penulis : Abrory Agus Cahya Pramana
0 komentar:
Posting Komentar