Sugeng Rawuh...

Official Site PPSDMS Nurul Fikri Angkatan 6 Regional III Yogyakarta

Laskar Nakula dalam NLC 2012...

Dalam rangkaian kegiatan National Leadership Camp (NLC) 2012 di Gedung P4TK Bahasa dan Gedung Wisma Makara Universitas Indonesia 12-16 Juli 2012

Bersama Angkatan 5 dalam NLC 2012...

Dalam rangkaian kegiatan National Leadership Camp (NLC) 2012 di Gedung P4TK Bahasa dan Gedung Wisma Makara Universitas Indonesia 12-16 Juli 2012

Sabtu, 24 November 2012

Regional Yogyakarta-Surabaya Gelar Latgab Timur di UGM



16 - 18 November 2012 – Yogyakarta kembali menjadi saksi dalam perhelatan Latihan Gabungan (Latgab) kawasan timur PPSDMS Nurul Fikri seperti tahun-tahun sebelumnya. Tidak tanggung-tanggung, tahun ini Latihan Gabungan diselenggarakan bersama tiga regional sekaligus, berbeda dengan tahun lalu yang hanya dua regional saja. Untuk tahun ini Latgab timur diikuti oleh peserta PPSDMS Nurul Fikri Regional III Putra Yogyakarta, Regional IV Surabaya, dan ditambah dengan regional baru yakni Regional III Putri Yogyakarta. Hal ini menyebabkan pelaksanaan yang selama ini di Asrama Putra Yogyakarta harus dipindah ke Kompleks Gedung Fakultas Peternakan UGM untuk mengakomodir jumlah peserta yang tentu lebih banyak.

Peserta PPSDMS Regional IV Surabaya tiba di Yogyakarta sekitar pukul 14.00 setelah melakukan perjalanan dari Surabaya dengan menggunakan kereta api. Sesampainya di asrama putra, mereka beristirahat sejenak sebelum pelaksanaan Latihan Gabungan dimulai. Sekitar pukul 15.30 semua peserta dimobilisasi menuju Kompleks Gedung Fakultas Peternakan UGM untuk memulai pelaksaan Latihan Gabungan. Sesampainya disana, para peserta dikondisikan dan diberikan berbagai arahan terkait Latihan Gabungan.

Tepat pukul 20.00 akhirnya pembukaan digelar dengan dihadiri Ust. Musholli selaku Direktur PPSDMS, Pak Waziz Wildan selaku Ketua Asrama Regional III Putra, dan Pak Albari selaku salah satu Dewan Penyantun PPSDMS. Diawali dengan pembacaan tilawah oleh Albistamy Mosadi Putra dilanjutkan menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan Mars PPSDMS dengan dirigen Dwi Wahyu Arun Darmawan. Sambutan yang pertama oleh Bapak Waziz Wildan selaku Ketua Asrama Regional III Putra. Dalam sambutannya beliau menyampaikan selamat datang bagi Peserta PPSDMS Regional IV di Yogyakarta. “ Pemimpin itu harus peka dan konsen terhadap kondisi sekitarnya “ Tandasnya. Acara langsung dibuka oleh Direktur PPSDMS, Drs. Musholli. Dalam sambutannya, Drs. Musholli menyampaikan kegelisahannya terhadap kondisi Indonesia saat ini. Indonesia yang notabene merupakan negera dengan umat muslim terbesar di dunia belum mampu menunjukkan kejayaan yang dilandasi dengan karakter Islam yang terrefleksikan dalam kehidupan keseharian. Harapannya PPSDMS menjadi jawaban dan solusi atas permasalahan itu.

Setelah acara pembukaan tersebut, dilanjutkan program pertama yaitu Kajian Islam Kontemporer oleh Ust. Musholli. Kemudian masih banyak lagi program-program yang memang dipersiapkan untuk para peserta PPSDMS kawasan timur selama 3 hari tersebut (Jumat 16 November 2012 - Ahad 18 November 2012). Program-program tersebut adalah Fieldtrip, Workshop “Mindset of Leadership” bersama Walikota Kota Yogyakarta 2 periode Harry Zudianto, Sharing Alumni yang dikonsep santai dengan Angkringan khas Jogja, Dialog Kebangsaan bersama Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto dan Training Pengembangan Diri bersama Ust. Fatan Fantastik serta masih banyak lagi. Latihan Gabungan selesai sekitar pukul 17.00 WIB dengan diakhiri prosesi penyerahan kenang-kenangan dari Regional Surabaya ke Regional Yogyakarta. Selain untuk menumbuhkan ukhuwah diantara peserta PPSDMS dari ketiga regional, acara tersebut juga dimaksudkan untuk menambah pemahaman dan menyiapkan peserta untuk menjadi pemimpin masa depan. Menjadi solusi terhadap krisis kepemimpinan di negeri ini tak lain untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan bermartabat. [Phisca AR]

Kamis, 22 November 2012

Dalami Akhlak Islami Melalui Diskusi bersama Ust. Solikhun



Yogyakarta 22 November 2012 – PPSDMS Regional III Putra Yogyakarta menyelenggarakan sebuah program baru, yakni Kajian Akhlaq Islami. Untuk pertama kalinya, kajian ini menghadirkan Ust. Solikhun yang merupakan pengelola Pesantren Asma Amanina dan Islamic Center Al Muhtadin, Seturan. Kajian ini direncanakan akan diselenggarakan setiap dua minggu sekali yang untuk sementara mengambil waktu malam Jumat.

Dibuka dengan tilawah yang disampaikan oleh Muhammad Fikru Rizal, mahasiswa Fakultas Kedokteran 2010 disaat kondisi di luar asrama masih diguyur hujan. Kajian dimulai pukul 20.15 dengan dimoderatori oleh Puji Utomo, mahasiswa Fakultas Teknik 2010. Pada kesempatan ini, Ust. Solikhun pertama kali mengajak untuk saling bertaaruf dengan peserta PPSDMS angkatan 6 yang hadir waktu itu. Beliau bertanya mengenai nama dan asal dari setiap peserta PPSDMS.

Memantik diskusi malam itu, Ust. Solikhun menyampaikan bahwa Islam itu adalah sebuah dien yang akan membawa kita ke dalam kebahagiaan. Islam mengatur segala hal terkait segala aspek kehidupan kita, mengenai aqidah, syariat, akhlaq dan lain sebagainnya. Beliau juga menyentil dan menyalahkan kalau ada orang yang mengaitkan agama Islam dengan gerakan ektrim. Hal ini dimungkinkan karena mungkin mereka yang mengatakan seperti itu belum mengenal Islam secara komprehensif. Mereka menganggap apa yang tidak sama dengan kehidupan (agama) mereka itu adalah ekstrim dan menakutkan. Inilah yang akan menyebabkan takut kepada Islam. Inilah yang harus diluruskan dan dibenarkan.



Jika Rasululloh berbicara tentang Akhlaq maka akan mencakup semua lini kehidupan. Dalam riwayat juga disebutkan bahwasannya Rasululloh diutus di dunia ini adalah untuk menyempurnakan Akhlaq, innamal buistu liutammima makarimal akhlak. Persoalan di Indonesia ini cuma satu, tidak adanya kejujuran. Dengan adanya ketidakjujuran ini akan memunculkan kompleksitas permasalahan dalam berbagai segi kehidupan seperti yang ada di Indonesia. Mulai dari korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan berbagai carut marut di negeri ini. Padahal sudah jelas dalam sebuah Hadist sudah jelas dikatakan bahwa Kejujuran itu menenangkan jiwa. Dari cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Al Hasan bin ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ

Tinggalkanlah yang meragukanmu dan beralihlah pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.

Akhlaq menjadi hal yang penting untuk membentuk sebuah karakter yang baik. Jujur di dalam Islam merupakan nilai Akhlaq yang tertinggi sesuai yang dicontohkan Nabi Muhammad. Berlaku jujur dalam setiap peranan kita, menjadi mahasiswa yang jujur, menjadi politisi yang jujur, menjadi pegawai yang jujur dan peranan lainnya. Terlebih sebagai peserta PPSDMS yang memang merupakan calon pemimpin masa depan. Kejujuran akan menjadi modal awal untuk menjadi pemimpin yang amanah dan profesional seperti yang dirindukan Indonesia saat ini. [Phisca AR]

Senin, 12 November 2012

Pendekatan Transformatif Kontra-Terorisme



Oleh Mohammad Zaki Arrobi*
Terorisme seperti ‘hantu’ yang bergentayangan di negeri ini. Betapa tidak isu terorisme rasanya selalu menghiasi media massa kita, seperti ‘hantu’ kadang hadir menyentak kemudian hilang perlahan lahan, namun tiba tiba datang kembali, selalu begitu. Peristiwa penggrebekan serentak sebelas terduga teroris yang tersebar di Madiun, Solo, Jakarta dan Bogor (Jumat, 26/10/12) baru baru ini menjadi preseden terbaru datangya kembali ‘hantu’ terorisme, sebelumnya ledakan bom di Depok dan Tambora beberapa waktu yang lalu juga menambah panjang daftar aksi terorisme di negeri ini. Fakta yang mengejutkan adalah para pelaku teror yang tertangkap di empat daerah ini adalah jaringan teroris baru di tanah air, kelompok ini menamakan diri dengan sebutan Harakah Sunni untuk Masyarakat Indonesia (HASMI).

Terbongkarnya jaringan teroris baru HASMI menjadi ‘prestasi’ sekaligus ‘ironi’ bagi pemerintah. Prestasi sebab pemerintah melalui Densus 88 telah berhasil melakukan tindakan preventif sebelum aksi teror benar benar terjadi, ironi sebab nyatanya program deradikalisasi dijalankan pemerintah selama ini belum banyak membuahkan hasil. Publik layak mempertanyakan efektifitas program deradikalisasi yang dijalankan pemerintah, penemuan jaringan baru teroris HASMI menandakan ideologi terorisme masih tumbuh subur di tengah masyarakat. Padahal pemerintah sejak tahun 2010 telah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT), yang menghabiskan anggaran yang tidak sedikit untuk project ini. BNPT sebagai badan khusus yang dibentuk pemerintah untuk concern pada penanggulangan teror patut dievaluasi kinerjanya, serangkaian program deradikalisasi yang dijalankan BNPT seolah menguap tanpa bekas ketika kita melihat kelompok-kelompok teroris baru terus bermunculan, apalagi kebanyakan pelakunya adalah pemuda pemuda yang justru mengalami radikalisasi yang menghebat. Pendekatan represif terhadap terorisme ditengarai menjadi sebab kegagalan pemerintah dalam mencegah benih benih terorisme, alih alih deradikalisasi yang ada justru radikalisasi.

Tumbuh suburnya terorisme di tanah air harus dilacak pada akar sosial persoalannya, bukan hanya pada tataran permukaannya saja. Menurut penulis persoalan terorisme di Indonesia setidaknya berpangkal pada dua hal, pertama ideologi dan kedua jejaring sosial. Berikut pemaparannya. Pertama, Ideologi, masih adanya ideologi teror yang terus berkembang di kalangan sebagian masyarakat kita, biasanya ideologi teror yang dikembangkan menggunakan ajaran keagamaan tertentu yang ‘dipelintir’ demi membenarkan tindakan terorisme. Kedua, jaringan. Ideologi tidak akan berkembang tanpa jejaring sosial yang memadai, artinya ideologi teror berkembang melalui jejaring sosial yang saling terkoneksi antar kelompok kelompok teror di Indonesia, mereka memanfaatkan kemudahan akses informasi dan komunikasi untuk menyebarkan ideologi teror mereka ke sebanyak mungkin orang, sehingga dengan mudah ideologi teror ini bertransformasi menjadi tindakan tindakan terorisme. Kedua faktor ini merupakan pangkal persoalan mengapa terorisme masih tumbuh subur di berbagai daerah di tanah air,

Persoalan terorisme sesunguhnya terkait erat dengan relasi relasi sosial yang ada dalam masyarakat. Ideologi teror yang coba dikikis habis oleh program deradikalisasi BNPT nyatanya bukan saja bersumber dari ajaran agama tertentu, namun juga melibatkan jejaring sosial yang saling terkait dalam masyarakat. Oleh karenanya solusi yang perlu dikembangkan oleh pemerintah bukan saja pada aspek represi semata, namun juga dengan menyediakan ruang sosial yang lebih heterogen sehingga memungkinkan para mantan pelaku teror mentransformasikan ideologinya. Dalam konteks ini, kesimpulan disertasi pengamat terorisme Indonesia, Dr. Najib Azca tentang fenomena Jihadis di Ambon menjadi relevan untuk dikemukakan, disertasi yang telah di uji di Amsterdam School For Social Science Reseacrh (ASSR) ini menunjukan bahwa para mantan pelaku teror sesungguhnya dapat hidup berdampingan secara damai dengan lingkungan masyarakat pada umumnya jika diberi infrastruktur dan ruang sosial yang memadai. Riset ini menunjukan bahwa para mantan pelaku teror mampu mentransformasikan ideologinya menjadi aksi aksi produktif yang nir kekerasan jika diberi infrastruktur sosial yang memadai, pada periode paska-terorisme mereka ada yang menjadi penulis, terjun ke politik praktis hingga terlibat dalam aksi aksi pemberdayaan masyarakat. Sebaliknya,  tindakan memusuhi dan mengucilkan pelaku teror justru membuat mereka menjadi semakin radikal dan akan menginspirasi jejaring kelompoknya melakukan teror balasan.

Penciptaan jejaring sosial yang heterogen, interaksi sosial yang cross cultural dan penyediaan ruang ruang sosial untuk beraktualisasi bagi mantan pelaku teror adalah formulasi strategis untuk mengikis habis benih benih terorisme dalam masyarakat. Para mantan pelaku teror ini harus diberi infrastuktur sosial yang heterogen, memastikan mereka berinteraksi dengan sebanyak mungkin orang dari berbagai latar belakang sosial yang berbeda, menyediakan ruang ruang sosial yang memungkinkan mereka mengaktualisasi diri sekaligus memiliki basis ekonomi bagi kehidupan mereka. Kini sudah  saatnya strategi kontra terorisme kita mengarus utamakan pendekatan yang lebih transformatif, dan membuang jauh represi serta streotyping bagi para mantan pelaku teror, demi terwujudnya tatanan masyarakat Indonesia yang nir kekerasan.
__________________________________
*Sosiolog UGM, Pegiat di Ulil Albab Society