Sugeng Rawuh...

Official Site PPSDMS Nurul Fikri Angkatan 6 Regional III Yogyakarta

Laskar Nakula dalam NLC 2012...

Dalam rangkaian kegiatan National Leadership Camp (NLC) 2012 di Gedung P4TK Bahasa dan Gedung Wisma Makara Universitas Indonesia 12-16 Juli 2012

Bersama Angkatan 5 dalam NLC 2012...

Dalam rangkaian kegiatan National Leadership Camp (NLC) 2012 di Gedung P4TK Bahasa dan Gedung Wisma Makara Universitas Indonesia 12-16 Juli 2012

Selasa, 31 Juli 2012

Perjokian dan Mc Donaldisasi Pendidikan

WAJAH dunia pendidikan tinggi kita kembali mendapat tamparan keras. Peristiwa terungkapnya praktik perjokian dalam  ujian seleksi masuk perguruan tinggi kembali terjadi. Tidak tanggung-tanggung kali ini terjadi di salah satu universitas terbaik di negeri ini, Universitas Gadjah Mada (UGM). Peristiwa memalukan ini terjadi di saat ujian seleksi masuk kelas internasional Fakultas Kedokteran UGM. Polres Sleman yang menerima laporan dari panitia pelaksana berhasil meringkus para peserta gadungan di tempat kejadian perkara. Lebih fantastisnya lagi, praktik perjokian kali ini tidak hanya dilakukan oleh segelintir oknum, namun diduga melibatkan 52 peserta ujian. Sejauh ini UGM merespons “tragedi akademik” ini dengan membuat Tim Pencari Fakta (TPF) Independen untuk membongkar pihak pihak yang terlibat dalam praktik praktik manipulatif tersebut.



Tragedi yang terjadi dalam dunia pendidikan tinggi di atas mengguratkan ironi dalam sanubari kita. Praktik perjokian yang terjadi dalam seleksi masuk perguruan tinggi sungguh telah menciderai idealisme perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang harusnya menjadi tempat menyemai benih-benih sikap kecendikiawanan seperti kejujuran intelektual, integritas, keadilan dan kebenaran, justru sekarang menjadi tak lebih dari komoditas bernilai tinggi yang diperebutkan meskipun dengan cara-cara yang tidak beradab. Fenomena ini sesungguhnya membuka mata kita akan realitas bahwa pendidikan tinggi kita telah mengalami apa yang disebut sosiolog Amerika George Ritzer sebagai Mc Donaldisasi. Menurut Ritzer, Mc Donaldisasi mengisyaratkan bekerjanya prinsip-prinsip kapitalisme dalam sebuah institusi sosial. Dalam konteks ini, proses Mc Donaldisasi telah berjalan pada institusi pendidikan kita.

Mc Donaldisasi terdiri atas empat  prinsip yang bekerja. Pertama, prinsip efisiensi dalam institusi pendidikan. Hal ini ditandai dengan mendorong program-program studi yang “laku” di pasaran untuk menghasilkan banyak pundi-pundi rupiah. Sementara, di sisi lain “membunuh” program-program studi yang dinilai kurang marketable di bursa pasar kerja. Prinsip yang kedua adalah keterprediksian. Prinsip ini berjalan dengan menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja, pendidikan diarahkan untuk memenuhi kepentingan industri yang kapitalistik. Prinsip ketiga adalah kuantifikasi yang ditandai dengan mengukur segala proses pembelajaran akademik dengan angka-angka  statistik, kenyataan sosial yang begitu kompleks direduksi menjadi sekadar angka-angka bisu. Keempat, Mc Donaldisasi pendidikan ditandai dengan berjalannya prinsip teknologisasi, proses pembelajaran dikontrol melalui teknologi high tech berbiaya tinggi.

Dari semua kriteria, dunia pendidikan tinggi kita nampaknya sudah “sempurna” mengalami Mc Donaldisasi. Pertama, prinsip efisiensi jelas sudah diterapkan di hampir semua perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Program program studi yang dianggap “laku” di pasaran akan difasilitasi sedemikian rupa sehingga mutunya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini nampak dari program studi seperti ekonomi, kedokteran, dan teknik yang menjadi “primadona” perguruan tinggi dalam menggaet calon mahasiswa. Kedua, prinsip keterprediksian, institusi pendidikan kita dalam banyak hal telah melakukan perubahan kurikulum demi tuntutan bursa pasar kerja. Kita mengenal apa yang disebut dengan paradigma link and matchdalam pendidikan tinggi yang menyatakan bahwa dunia pendidikan haruslah terintegrasi dengan dunia pasar kerja. Dengan logika demikian, pendidikan telah disubordinasi menjadi sekadar “produsen” tenaga kerja siap pakai guna memenuhi kepentingan industri kapitalistik.




Ketiga, Nuansa Mc Donaldisasi pendidikan tinggi kita juga begitu terasa dari proses kuantifikasi yang semakin massif dilakukan di institusi pendidikan. Proses pembelajaran akademik yang dialektik kini dipinggirkan, diganti dengan proses kuantifikasi dalam bentuk angka-angka statistik. Indeks prestasi akademik menjadi “paramater utama” dalam mengukur kemampuan akademik mahasiswa, sedangkan kecerdasan sosial dan kematangan emosional tidak dianggap penting lagi. Terakhir, dunia pendidikan tinggi kita juga dijebak oleh teknologisasi, proses pembelajaran akademik menggunakan teknologi sebagai alat kontrol manusia. Hal ini nampak dalam kebijakan prasyarat absensi minimal 75 persen yang dikontrol melalui mesin pemindai jari (finger machine), teknologi yang awalnya tunduk pada manusia justru berbalik menguasai manusia.

Proses Mc Donaldisasi pendidikan tinggi pada hakikatnya akan menggiring kita pada komodifikasi pendidikan. Komodifikasi pada pendidikan mengubah nilai pendidikan yang sebenarnya adalah nilai guna menjadi nilai tukar. Dalam nilai tukar, pendidikan berfungsi sebagai suatu proses untuk mendidik manusia menjadi suatu komoditas yang diperjual-belikan sehingga dapat menciptakan nilai lebih bagi pemilik mode of production (dalam hal ini lembaga pendidikan), sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang besar dari terselenggaranya pendidikan

Singkatnya, dalam proses komodifikasi, pendidikan semata-mata dijadikan barang dagangan yang dapat diperjualbelikan dengan mudah, sehingga menjadi garis demarkasi yang memisahkan antara  golongan ‘the have’ dengan golongan ‘the have not’. Pendidikan menjadi penanda kelas sosial seseorang.

Dalam konteks ini, praktik perjokian dalam dunia akademik sesungguhnya menggambarkan realitas komodifikasi pendidikan; pendidikan diperebutkan sedemikian rupa oleh para “pembeli-pembeli” berduit. Bangku-bangku kuliah di Fakultas Kedokteran UGM telah menjadi “komoditas” dengan harga selangit untuk dinikmati prestise dan prospek kerjanya. Puluhan peserta ujian masuk yang menggunakan jasa perjokian ini sesungguhnya sedang bertransaksi untuk “membeli” kursi-kursi pendidikan yang mereka impikan dan rela merogoh kocek dalam-dalam. Bahkan, mereka juga  “nekat” menerabas nilai-nilai keadilan, kejujuran dan kebenaran demi impian-impian semu mereka. Komodifikasi ini lebih jauh mengakibatkan “stok pengetahuan” (stock of knowledge) dapat dengan mudah ditukar dengan materi. Lihatlah aksi sang joki yang rela melacurkan intelektualitasnya demi merengkuh iming-iming materi. Intelektualitas sebagai hasil proses pembelajaran yang mestinya diabdikan bagi kepentingan rakyat dan kemanusiaan, justru dalam arus Mc Donaldisasi pendidikan dengan mudah “digadaikan” demi secuil materi.

Mohammad Zaki Arrobi
Sosiolog Muda Universitas Gadjah Mada (UGM)

sumber : http://kampus.okezone.com/read/2012/07/31/95/671038/perjokian-dan-mc-donaldisasi-pendidikan

Safari Ramdhan (Part 1)

Assalamu’alaykum … sahabatku…
Bagaimana kabarnya pagi?? Sang Merpati pun menjawab dengan senyum mengembang di wajah manisnya, Pagi masih saja bahagia dengan dawai gitar alam yang berpadu dengan hijau lestari alam. Yahhh… darimana kamu tahu? Aku tahu karena embun terlihat masih setia mengelayuti hijau dedaunan. Kicauan burung gereja tak henti-hentinya saling bersahutan, memadu kasih, tak jarang ada yang bertengkar berebut sang pujaan. Nuansa Pagi akan selalu istimewa. Seistimewa aku, kamu, dia,dan jutaan manusia tuk berjumpa dengan pagi esok hari. Aahhhh…. Nggak Jelas banget!!! Kamu memang selalu saja misterius sejak dulu.



Lalu, bagaimana dengan kamu, sahabatku????????? Sebahagiakah kamu seperti pagi ini… ????????
Aku berharap, kamu pasti bahagia. Jauh lebih bahagia dari pagi. Jauh lebih semangat dari pagi. Dan jauh lebih tersenyum lepas karena Ramadhan telah hadir mulai pagi ini. Apa kamu nggak bahagia denga itu ?????? Pasti bahagia. Pasti semangat. Dan pasti tersenyum lepas.

Tak jauh berbeda dengan Ramadhan tahun lalu nih, tahun ini saya pribadi memilki program baru lho. Saya  sebut dengan ‘Safari Ramadhan’. Ada yang tahu ndak, program apa itu? intinya program ini adalah semacam tarbiyah keliling selama ramadhan. Bergerak dari satu majelis ke majelis lain, berharap ada pencerahan dalam pemahaman agama ini. Boleh jadi, ini Ramadhan terakhir kita. Kita tak pernah tahu. Safari Ramadhan bukti kecintaan kami dalam memahami setiap benih-benih kebaikan islam. Safari Ramadhan ini juga dalam rangka  mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Apalagi ini kan bulan Ramadhan, setiap amalan pasti akan dilipatgandakan pahalanya. Tapi, saya sendiri tak pernah panjang pikir apalagi mengenai perhitungan pahala yang kita dapatkan. Hal itu semata-mata urusan Sang maha Cinta. Tapi, berpikirlah sudah seberapa besar  perjuangan yang telah kita kerahkan? Boleh jadi, kita tak ada apa-apanya dengan para generasi terbaik dalam mencari ilmu. Benar kan????

Pagi pertama di Bulan Ramadhan. Safari Ramadhan pun juga dimulai. Aku tak berangkat sendiri. Ada Pram, Albi, dan supervisor tercinta kami Oom Aqil. Pagi ini, kita awali dengan kajian tafsir surat Al-mu’minuun ayat 1-11 oleh ust. Solihun di IC Seturan. Selepas sholat shubuh dan zikir pagi perjuangan pun bermula. Dengan mengendarai motor bebek, kita berempat bergegas berangkat menuju TKP.



Diawal pemaparannya, beliau menjelaskan perbedaan antara Surat Makiyah dan Surat Madaniyah. Ayow siapa yang sudah tahu???  Surat makiyyah sendiri diturunkan sebelum Rasulullah melaksanakan hijrah sedangkan Surat madiniyah diturunkan setelah rasulullah melaksanakan hijrah sekalipun diturunkan di kota mekah. Adapun dari segi isi, Surat makiyyah biasanya berkaitan mengenai tauhid secara rububiyah,uluhiyyah, dan asma’ wa shifat, ada juga yang mengenai risalah kenabian dalam berdakwah, serta juga membahas mengenai kepastian hari kiamat.

Lalu bagaimana dengan surat al-mu’minuun itu sendiri??? Surat ini juga termasuk surat Makiyyah. Dalam segi isi, lebih menitikberatkan pada penegasan terhadap karakter dan sifat-sifat mulia, pembentukan akhlak yang baik serta pemuliaan bagi mereka yang memiliki sifat mulia dengan surge firdaus.

Pemaparan semakin menarik karena ada beberapa peserta kajian yang tertidu pulas, hahaha… ada juga yang mengangguk-angguk sambil menahan kantuk. Itulah kenikmatan kalau ikut kajian. Orang yang tertidur aja bisa dapat pahala apalagi kalau mendengarkan dengan baik pasti pahalanya luar biasa. Insyaalloh.

Lebih lanjut, beliau juga menyinggung  korelasi antara surat al-mu’minuun dengan surat sebelumnya yaitu surat al-hajj. Dalam surat Al-Hajj sendiri menekankan pada perintah Alloh dan berbagai kebaikan, sedangkan Al-mu’minuun merupakan pengejawantahan terhadap apa saja yang harus kita lakukan?. Ada juga kemiripan isi kandungan seperti penjelasan mengenai penciptaan dan akhir penciptaan, kisah para nabi serta penciptaan alam.

Pemaparan akhirnya mulai mengkerucut sesuai pokok bahasan mengenai surat Al-mu’minun. Pertemuan awal ini lebih membahas mengenai Keutamaan akhlak nabi sehingga menjadi kewajiban kita untuk beruswah kepadanya. Adapun keutamaannya terbagi menjadi 6 garis besar, diantaranya:
1.       Aqidiyah dimana mengungkap bahwa iman adalah dasar pelaksanaan amal sholih. Setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai amal mereka. Dan yang pasti, Surga merupakan balasan terbaik untuk orang yang beriman.
2.       Tarbawiyah, menuntun kita untuk memperoleh sholat yang khusyuk, menjaga diri kita dari perbuatan sia-sia, menjaga pandangan dari hal yang diharamkan, dan senantiasa komitmen dengan kebaikan.
3.       Ruhiyah, mengajak pribadi kita untuk tidak menyibukkan dengan selain Allah, mencetak hati yang bersih, mengajak untuk senantiasa menunaikan zakat sebagai bagian untuk membersihkan harta, hati, dan sifat kesombongan, dan segeralah menikah bila sudah siap karena akan menenangkan hati dan pikiran.
4.       Ta’abudiyah, akan senantiasa memerintahkan untuk beribadah dari aspek badaniyah dan qolbiyah baik ibadah yang wajib maupun sunnah.
5.       Da’awiyah terkait risalah islam yang harus tetap diperjuangkan dan disebarkan sepanjang masa.
6.       Akhlaqiyah wa Sulukiyah, senantiasa amanah dan Wara’ dalam menjaga dari perbuatan yang tidak pantas dan syubhat.
Boleh jadi, artikel ini hanya sebagai pemantik buat kita. Utuk kemudian bisa memaksimalkan kesempatan bulan Ramadhan sebagai ajang tarbiyah dalam menuntut ilmu. Banyak kajian ilmu tersebar di bulan yang barokah ini. Kalau pengen butuh temen. Yukkk… barengan mensukseskan safari ramadhan kali ini. Semoga bisa bermanfaat buat aku, kamu, dia, mereka, atau bahkan kita semua.
Salam Inspiratif…

Asrama Biru, 21 Juli 2012
Kamar 1.2 tetap harum oleh bunga ketentraman, begitu juga kamar lain kan?



Sparing Futsal : PPSDMS Yogyakarta Tekuk LPI 31-22

Selasa, 31 Juli 2012 – Peserta PPSDMS regional III Yogyakarta kembali menggelar latih tanding/sparing futsal di akhir bulan Juli ini. Kali ini PPSDMS menantang asrama mahasiswa LPI. Meskipun dibulan ramadhan, agenda rutin futsal tetap dilaksanakan. Hal ini karena di bulan Ramadhan kita tidak hanya memberikan asupan nutrisi pada keimanan dan hati kita, namun sesekali perlulah kita memberikan perhatian khusus pada kondisi fisik kita, dengan berolah raga dan menjaga nutrisi yang kita konsumsi. 



Berlangsung di Djuragan Futsal, sekitar jam 08.50 kedua tim sudah hadir dengan masing-masing personilnya. Dari PPSDMS hadir sekitar 20-an orang, nampak juga disana supervisor asrama mas Aqil dan mas Adi. Sementara di kubu LPI hadir sekitar 10 orang, hal ini dikarenakan ada beberapa yang izin tidak bisa mengikuti futsal kali ini. Kick off pun dimulai tepat pukul 09.05 dengan masing-masing 5 orang pemain. Perebutan bola sudah terjadi meskipun permainan baru dimulai. Hingga akhirnya Satria membuka keunggulan PPSDMS lewat gol nya. Dalam pertandingan kali ini terjadi beberapa pergantian pemain baik di kubu PPSDMS maupun LPI. Balas membalas gol nampak terjadi antara kedua tim. 

Hingga akhirnya setelah 2 jam PPSDMS berhasil menekuk LPI dengan skor 31-22. Sebuah permainan yang menawan disajikan oleh kedua tim. Seusai pertandiangan, sejenak mereka istirahat seraya menonton TV yang saat itu sedang meliput pertandiangan Olimpiade di London hingga mereka pulang ke asrama masing-masing.  Rasa lelah seolah  terbayarkan oleh kebersamaan dan pertandingan yang cukup mengesankan malam itu. [Phis]

Why Amendment?

Seperti yang umum kita ketahui, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami 4 kali perubahan. Ketika sebuah grundnorm itu diadakan perubahan didalamnya, pastinya ada sesuatu yang mendasar yang menjadi alasannya. Mengingat bahwa Undang-Undang Dasar adalah dasar dari berjalannya hukum di suatu Negara.
Negara ini, Indonesia, telah mengalami beberapa era pemerintahan, sejak Orde Lama hingga yang saat ini berjalan–Reformasi. Waktu membuktikan bahwa Negara ini kurang menginginkan sistem yang dijalankan oleh Soekarno dan Soeharto. Oleh karena itu, senapan waktu yang ditarik pelatuknya pada pertengahan tahun 1998 telah membuka halaman baru dalam sejarah Bangsa Indonesia, yaitu saat dimulainya era reformasi yang hingga saat ini, kita masih enjoy untuk berada di dalamnya.



Negara Indonesia, seperti yang tertuang di dalam Pasal 1, ayat (3) UUD 1945, adalah Negara hukum. Sejauh yang saya ketahui, dalam konsep Negara hukum, yang menjadi rujukan tertinggi dalam mengambil keputusan adalah hukum. Sehingga ‘tingkat keadilan’ suatu hukum akan sangat berpengaruh terhadap perjalanan bangsa tersebut.

Jika kita perhatikan Undang-Undang Dasar sebelum perubahan memiliki ciri yang cukup khas, yaitu kekuasaan berat kepada lembaga eksekutif, khususnya presiden. Hal ini, menuruh Mahfud MD, menjadikan presiden sebagai penentu seluruh agenda politik nasional.

Ada sebuah adagium dari Lord Acton yang berbunyi “power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely”. Seperti yang kita tahu, kekuasaan yang terlalu besar dan tidak terdistribusi cenderung akan menuai otoriteritas. Itulah alasan pertama mengapa perlu diadakan perubahan dalam UUD 1945.
Kedua, Undang-Undang dasar memuat pasal-pasal penting yang klausulanya terlalu umum, sehingga dapat menimbulkan multitafsir. Terlebih pada zaman Orla dan Orba tafsir yang harus dianggap benar adalah tafsir dari pemerintah secara sepihak. Contohnya, pada Pasal 7 UUD 1945 sebelum perubahan, tertulis bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

Hal ini tentu saja dapat dimanfaatkan oleh presiden yang sedang menjabat untuk mencalonkan diri lagi dan lagi. Karena tidak ada batasan yang tegas terhadap masa jabatan maksimum yang boleh dijalani oleh seseorang. Karena itulah pada perubahan III ditambahkan klausula bahwa presiden dapat dipilih lagi hanya untuk satu kali masa jabatan.

Karena itu tentu saja perlu diadakan perubahan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal mendasar lain yang terdapat dalam perubahan yang berlangsung hingga 4 kali ini adalah dimuatnya masalah-masalah HAM secara rinci. Yang mana ini merubah posisi pengaturan HAM yang tadinya hanya berupa Undang-Undang yang dirancang oleh legislatif (yang tidak lepas dari pengaruh eksekutif) menjadi pasal-pasal yang tertera di konstitusi republik ini.

Keuntungan dari dimuatnya pasal-pasal tentang HAM secara rinci, pengawasan terhadap penerapan perlindungan HAM oleh pemerintah akan semakin mudah. Sehingga perlindungan terhadap segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945, dapat dilaksanakan dengan baik. Bukannya seperti yang terjadi di masa Orde Baru, dimana jika ada orang yang tidak sependapat dengan kebijakan pemerintah (yang terkadang curang) akan dianggap subversif dan akan ditangkap.

Terakhir, dengan ditambahkannya pasal 28A hingga 28J, Hak Asasi Manusia menjadi semakin terjamin. Terutama yang ingin saya soroti, pasal 28F yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk menyampaikan informasi melalui segala jenis saluran yang tersedia. Dengan demikian, masyarakat dapat mengomunikasikan pendapatnya melalui media dan aksi-aksi lainnya yang dampaknya adalah pengawasan yang lebih baik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah Negara ini.

Oleh :
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum
Universitas Gadjah Mada

Berkah dan Media Penyebaran Islam di Indonesia “Menilik Perspektif : Wasiat Politik Kelautan”

“Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu. Diantara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? . Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? . Milik-Nyalah kapal-kapal yang berlayar dilautan bagaikan gunung-gunung. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? .” (Qs. Ar- Rahman : 19-25)



Seperti yang kita ketahui seluruhnya, bahwa 2/3 atau 71% dari bagian dunia merupakan lautan. Dari mulai perairan tenang hingga perairan terbuka, dan berbagai samudra di belahan dunia. Laut merupakan salah satu berkah dari Allah SWT yang diberikan kepada seluruh makhluk di bumi-Nya, juga termasuk manusia.
Bersamaan dengan turunnya surat Al-Alaq ayat 1-5, Muhammad diangkat oleh Allah SWT sebagai Rasulullah – Rasul Allah. Beliau menerima wahyu tersebut dalam kondisi ummi – orang yang tidak dapat membaca dan menulis. Namun urgensi dan kekuatan syiar akan ajaran Tauhid inilah yang membawa sosok pemimpin dan orang berprofesi sebagai wirausahawan ini dengan gemilang dapat berhasil menyebarkan Islam keseluruh penjuru dunia, tidak terkecuali Indonesia. Berbagai metode syiar disampaikan, menembus daratan, melewati berbagai lembah. Tentunya sejarah dapat diubah hanya dengan realitas sarana yang sangat sederhana, dengan Rahmat Allah yaitu laut. 

Wasiat Politik Kelautan
Didalam Al-Qur’an telah disampaikan 40 ayat tentang laut dan maritim [1]. Salah satu interpretasi saya ada pada ayat yang disampaikan diawal tulisan ini. Di dalamnya, bermuatan “wasiat politik kelautan” yang termaktub dalam Al-Qur’an.
“Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu. Diantara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? .”
Bila kita ketahui, Maha Besar Allah dan segala firman-Nya, bahwa Selat Gibraltar bertemu dan membuat suatu gradasi warna biru muda dan biru tua yang bertemu tanpa ada yang melampaui salah satunya. Ya, Allah telah mengajarkan dan menyerahkan bahwa media syiar Umat Muslim ketika itu lewat penguasaan kemaritiman dan kebaharian. Hal ini mendukung salah satu teori yang menyatakan masuknya Islam ke Indonesia, yaitu Islam masuk bersama para pengusaha jazirah Arab, ketimbang dari pedagang -pedagang Gujarat India. Nusantara sebagai negara kepulauan dan produsen rempah-rempah, tersekat jauh antar-pulau dan dengan Timur Tengah, juga oleh samudra yang luas. Tidak ada pilihan lain kecuali melalui jalan laut niaga. Hal inilah yang memulai syiar masuknya Islam ke Indonesia. 

Laut juga seperti kita tahu, dapat dianalogikan sebagai open system- sebuah ekosistem terbuka yang mendukung perniagaan pedagang Arab untuk menyebarkan Islam. Seperti contohnya, terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam awal di Indonesia, berawal dari sisi kelautan. Lewat bahasa, transaksi, hingga terbentuknya masjid dan regenerasi kader dakwah di berbagai pulau dan sisi Indonesia. 

Dengan adanya transportasi kelautan dan perniagaan inilah, menjadikan Islam secara cepat tersebar ke seluruh kepulauan Nusantara. Pengembangannya melibatkan setiap Muslim dengan berbagai profesinya, dan keinginan tiap insan utnuk menyebarkan kebaikan. Dengan cara demikian, Islam dengan cepat menyebar dan berdampak bangsa Indonesia memeluk Islam sebagai agamanya.
Sekali lagi inilah peran laut dan kemaritiman sebagai media yang mendukung penyebaran Islam di Indonesia pada saat Nusantara masih banyak yang belum memeluk Islam.
Wallahu’alam bishawab.


Sumber :
[1] Suryanegara, A.M. 2009. Api Sejarah : Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salamadani Pustaka Semesta. Bandung. Hal : 26-30

Minggu, 29 Juli 2012

Quo Vadis Kaum Intelegensia Indonesia..??

Dalam alam pikiran jawa cendekiawan memiliki posisi tersendiri dalam sebuah relasi kekuasaan Cendekiawan dalam mitologi jawa menurut Arif Budiman dapatlah ditafsirkan dengan seorang resi dalam posisi relaisonalnya dengan penguasa dan rakyat. Resi menurut kosmologi Jawa adalah orang orang yang memiliki pengetahuan lebih dibanding rakyat kebanyakan, hidupnya dipenuhi penyucian diri, tidak memiliki afiliasi politik dan menjaga independensi pemikiran dan perbuatannya. Sang resi dipercaya mampu membaca ‘tanda-tanda’ zaman, sehingga mempunyai posisi istemewa di mata para penguasa. Suara, tindakan maupun wejangan sang resi akan selalu menjadi masukan para penguasa dalam mengurus negeri dan rakyatanya. Uniknya sang resi hanya akan menyampaikan wejangan (kritik) pada penguasa jika kondisi negerinya dianggap dalam keadaan genting dan berbahaya, sang resi hanya akan ‘turun gunung’ jika situasi negerinya dianggap sudah abnormal sehingga perlu segera diselamatkan. 


Sementara itu menurut Ali Syariati, arsitek revolusi Islam Iran, cendekiawan ditandai dengan sikapnya yang selalu menunjukan keberpihakan kepada kaum yang lemah. Ali Syariati dengan sangat baik menjelaskan peranan kaum cendekiawan di abad 21. Cendekiawan menurutnya berbeda dengan ilmuwan. Ilmuwan merujuk pada para ahli ahli ilmu pengetahuan yang senantiasa menjunjung tinggi prinsip prinspip netralitas, objektivitas dan rasionalitasnya. Ilmuwan dimanapun dia berada akan selalu berusaha menjaga argumentasi ilmiahnya, seorang Sir Isaac Newton akan selalu kukuh mempertahankan teorisasinya tentang hukum gravitasi di bumi. Ilmuwan hadir untuk menjelaskan pada manusia mengenai sebuah gejala atau fenomena baik yang bersifat fisik maupun sosial. Sedangkan cendekiawan menurut Syariati adalah orang orang yang secara sadar membela kepentingan kaum tertindas, kaum terpinggirkan, kaum mustadafien dan lahir dari rahim rakyat jelata. Seorang cendekiawan akan ‘berbicara’ dengan bahasa kaumnya, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti kaumnya sehingga membakar semangat perjuangan mereka. Cendekiawan tidak berhenti pada menjelaskan sebuah fenomena, namun lebih jauh berani mengambil ‘sikap’ terhadap sebuah persoalan. Dalam kaidah keilmuan, seorang ilmuwan akan berhenti pada tahap Judgemeent de Fact (menilai fakta) sedangkan cendekiawan akan sampai pada tahap Judgemeent de Vaeluree (menentukan nilai). Dalam bahasa lain, Antonio Gramsci, seorang Neo Marxist asal Italia mengatakannya sebagai ‘intelektual organik’, intelektual yang mau menyatu dan membersamai rakyat, dan tentu saja membela kepentingan kepentingan mereka, bukan intelektual yang ‘sok universal’ dan bebas nilai (free value). Inilah perbedaan terbesar yang berakibat pada tugas kesejarahan yang berbeda, seperti kata Karl Marx kaum ilmuwan hanya akan menafsirkan dunia, sedangkan kaum cendekiawanlah yang akan mengubah dunia.
Sejarah kemanusisaan adalah sejarah kaum cendekiawan. Dari zaman nabi Adam hingga zaman postmodernisme sejarah kemanusiaan selalau diukir oleh pena pena perjuangan kaum cendekiawan yang tercerahkan (raushan fikr). Para raushan fikr selalu membawa obor obor kemausiaan yang menerangi kegelapan zamannya, mendobrak kebusukan stuktur, menentang tiranik penguasa dan memproklamirkan api api kemanusiaan sepanjang zaman. Sejarah para nabi menjadi role model terbaik untuk membuktikannya. Nabi Ibrahim telah membunuh ‘Tuhan-Tuhan’ kaum pagan ribuan tahun sebelum Nietzche membunuh ‘Tuhannya” orang eropa, nabi Musa menantang hegemoni kerajaan tiranik Firaun, nabi Isa membawa misi pembebasan kemanusiaaan dan cinta kasih kaum nasrani dan Muhammad SAW memproklamirkan Tauhid sebagai pembebasan terbesar yang pernah ada dalam kesejarahan umat manusia.
Jika dalam kebudayaan Jawa kuno resi memainkan peran strategisnya dalam ‘mengawal’ para penguasa, lantas pertanyaannya dimanakah peranan kaum cendekiawan kita saat ini..?.atau dalam konsepsi Syariati cendikiawan mesti berani ‘mengambil sikap’ dan keberpihakan, bagaimana dengan kaum intelegensia masa kini, beranikah mereka secara tegas membelas kepentingan kaum tertindas atau mereka justru menghamba pada kekuasaan..?, atau jangan jangan sang resi kini telah kehilangan modal terbesarnya, integritas dan independensi. Sudah seharusnya kaum intelegensia bangun dari tidur panjangnya dan bersegera mengambil sikap dan keberpihakannya dalam perjuangan perjuangan kebangsaan.
Kaum intelegensia indonesia sudah seharusnya mengambil tugas kesejarahan para nabi, para cendekiawan dan para raushan fikr di setiap zamannya. Bangsa ini terlalu kecil jika hanya dihuni para ilmuwan bermental kerdil, ilmuwan yang hampa ideologi, ilmuwan yang mengagung-agungkan objektivitas dan netralitas semata, ilmuwan yang melihat objek dari menara gading, bangsa ini membutuhkan pejuang pejuang intelektual yang mampu membebaskan rakyat dari segala ketertindasan, baik ketertindasan struktural ekonomi politik maupun ketertindasan sosial budaya. Sejarah bangsa kita dipenuhi dengan tinta emas idealisme perjuangan perjuangan kaum intelegensia bangsa, mereka yang selalu selalu menempatkan kepentingan kaum lemah, kaum tertindas dan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan, sejarah republik menjadi ensiklopedi terbaik peranan kaum intelegensia berintegritas tinggi Di masa pra kemerdekaan para punggawa intelegensia kita telah menunaikan tugas sejarahnya dengan perjuangan revolusioner ‘mendepak’segala anasir anasir kolonialisme belanda, baik melalui revolusi fisik maupun diplomasi diplomasi politik yang melelahkan. Sementara itu kaum cendikiawan generasi 1966 telah melunasi janji mengisi kemerdekaannya dengan ‘mendobrak’ kemapanan struktur politik Soekarno saat itu yang gagal dalam memperbaiki perekonomian bangsa dan merebaknya korupsi. Sedangkan generasi tahun 1990an telah berani mengambil sikap untuk mengatakan ‘tidak’ pada tirani rezim Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Apa kabar dengan generasi paska reformasi, kemana peranan kaum cendikiawanan. Di saat gelombang demokratisasi menjalar ke seluruh tubuh bangsa, di saat kran kebebasan dibuka dimana mana, di saat masyarakat sipil mulai menunjukan kebangkitannya, sudah seharusnya kaum cendikiawan sekali lagi mengambil ‘sikap’ dan keberpihakannya pada kaum tertindas, tidak hanya untuk melunasi tugas kesejaharahannya, melainkan juga sebagai pertanggungjawaban mereka sebagai kaum pelopor yang telah ditakdirkan Tuhan untuk menjadi garda terdepan perubahan zaman..Billahi Fii Sabilil Haq..Walllahu alam.

Penulis :
Mahasiswa Fisipol UGM
11 Juli 2012, 18.40 WIB

Kepemimpinan Dalam Ilir-Ilir

Lir-ilir, lir-ilir
tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak hiyo…

Sayup-sayup bangun (dari tidur) 
Pohon sudah mulai bersemi,
Demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru
Anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu,?
walaupun licin(susah) tetap panjatlah untuk mencuci pakaian
Pakaian-pakaian yang koyak(buruk) di sisi
Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore
Mumpung terang rembulannya Mumpung banyak waktu luang
Mari bersorak-sorak ayo…



Begitu luar biasa Sunan Kalijaga membungkus pesan ke-Islaman dalam sebuah kesenian yang memukau. Sering kita mendengarkan tembang lawas ini dilantunkan berbagai kalangan, namun jarang kita mengerti hakikat kehidupan yang disampaikan dalam syair indah tersebut. Carrol McLaughlin, seorang profesor harpa dari Arizona University terkagum kagum dengan tembang ini, beliau sering memainkannya. Maya Hasan, seorang pemain Harpa dari Indonesia pernah mengatakan bahwa dia ingin mengerti filosofi dari lagu ini. Para pemain Harpa seperti Maya Hasan (Indonesia), Carrol McLaughlin (Kanada), Hiroko Saito (Jepang), Kellie Marie Cousineau (Amerika Serikat), dan Lizary Rodrigues (Puerto Rico) pernah menterjemahkan lagu ini dalam musik Jazz pada konser musik “Harp to Heart“.

 Jika ditinjau lebih dalam lagi, lirik dari lagu ini ternyata mengandung sebuah pesan kepemimpinan  yang patut dipelajari:

Cah angon-cah angon Cah angon berarti penggembala hewan ternak. Sebuah profesi yang juga digeluti oleh pada Rasul terdahulu, mulai dari Nabi Yusuf, Ayub, Musa, hingga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas muncul sebuah pertanyaan, “kenapa harus penggembala?”. Begitulah cara Allah mendidik manusia-manusia pilihan-Nya untuk menjadi pemimpin. Sebelum memimpin kaum manusia, para Nabi tersebut diuji terlebih dahulu agar mumpuni dalam memimpin wedhus. Di samping ilmu kepemimpinan, kegiatan penggembalaan juga memberikan waktu dan tempat yang tepat agar otak manusia bisa merenung dan berpikir. Maka Cah angon dalam bait ini berarti “Wahai para pemimpin!”.

Penekno blimbing kuwi Si anak gembala diminta memanjat pohon belimbing yang notabene buah belimbing bergerigi lima buah. Buah belimbing disini menggambarkan lima rukun Islam. Maka dalam sebuah kepemimpinan, segala sesuatu harus dilandaskan kepada keimanan yang kuat. Segala kebijakan yang dibuat tidak bertentangan dengan syari’at Allah. “Laa thaa’atal-makhluuq fii ma’shiyatil-khaaliq”. Tidak ada kata taat kepada makhluk dalam hal bermaksiat terhadap Sang Pencipta.

Lunyu-lunyu yo penekno Meskipun licin, namun tetaplah raih keimanan itu! Memang sebuah kenyataan bahwa Iman itu senantiasa naik dan turun. Ujian dan cobaan dari Allah juga akan selalu datang untuk mengupgrade kualitas iman manusia. Jalan menuju keimanan kepada Sang Pencipta memang licin, terjal, dan penuh tantangan. Walau begitu, Lunyu-lunyu yo penekno, tetaplah kau raih!



Kanggo mbasuh dodotiro Apa gunanya bersusah-payah meraih keimana? Yaitu untuk mbasuh dodotiro, membersihkan pakaian akhlak pribadi kita. Pakaian alkhlak inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Kepribadian manusia akan dengan mudah terbaca dari “pakaian” yang biasa dikenakannya. Maka dengan keimanan yang kuat dalam diri kita, diharapkan akan bisa membersihkan diri dengan senantiasa mengenakan pakaian terbaik. “Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”. (Al A'raf : 26)

Dodotiro, dodotiro Pakaianmu wahai pemimpin! Ingatlah pakaianmu! Sebuah penekanan bahwa “pakaian” adalah sebuah hal serius yang harus diperhatikan.

Kumitir bedah ing pinggir Sesungguhnya dalam perjalanan hidupmu itu rentan rusak dan terkoyak. Ada kalanya cobaan dan tipu daya dalam hidup ini menyebabkan lubang dalam pakaian kita. Hal ini pasti ada dan terjadi, tidak bisa dihindari.

Dondomono, Jlumatono Maka jahitlah, benahilah “pakaianmu” itu. Jangan biarkan ia rusak dan terkoyak terlalu lama. Kuatkan diri atas cobaan dan tipu daya dunia yang menghadang. Biarkan pakaian ketaqwaan itu senantiasa membalut dirimu sampai kapanpun. Biarkan kepemimpinanmu selalu dihiasi dengan rahmat dan ridho dari Tuhanmu.

Kanggo sebo mengko sore Semua hal yang dilakukan mulai dari memanjat belimbing, hingga membenahi pakaian yang terkoyak itu tidak lain untuk mempersiapkan diri menghadap di waktu senja nanti. Sebuah waktu yang dinantikan setiap orang yang merindukan rahmat dan kasih sayang. Yaitu ketika waktu senja telah datang. Ketika matahari telah merendah, dan umur manusia telah mendekati akhir batasnya. Maka seorang pemimpin yang berhasil menjaga pakaian taqwa itu dengan baik, dialah yang akan menghadap Tuhannya dengan wajah berseri-seri. ^_^

Janganlah kamu meminta suatu jabatan karena sesungguhnya bila kamu diberi suatu jabatan tanpa memintanya, maka kamu akan mendapat pertolongan dalam menjabat jabatan itu, tetapi kalau kamu diberi suatu jabatan karena meminta, maka sesungguhnya kamu teah diserahkan sepenuhnya kepada jabatan itu (Shahih Bukhari No. 7146 dan Shahih Muslim No. 1652)


Oleh : Hanan Waskitha
Mahasiswa Jurusan Teknik Fisika UGM