Sabtu, 11 Agustus 2012

Menggadaikan Moralitas (hanya) untuk Konten Bajakan

Hargailah karya orang lain, niscaya orang lain akan menghargai karya kita
Globalisasi yang kian rancak dengan ditandai semakin merebaknya penggunaan internet di kalangan masyarakat luas.  Internet untuk rakyat, sebuah jargon dari salah satu produk yang sering kita jumpai di media iklan saat ini. Memang jargon itulah yang pantas untuk menggambarkan kondisi pemanfaatan internet saat ini. Internet saat ini sudah mulai memasyarakat, membidik berbagai usia dan generasi. Mulai dari anak kecil, remaja, orang tua, bahkan para lansia pun sudah dekat dengan internet. Hanya sekadar berselancar di jejaring sosial atau sudah merambah ke aktivitas bisnis secara online dan lain sebagainnya.
Kondisi merebaknya penggunaan internet dikalangan masyarakat akan memberikan manfaat yang sangat besar. Salah satunya, informasi dan pengetahuan yang mungkin selama ini mustahil untuk dijangkau dengan hadirnya internet maka akan membantu semua itu. Namun terlepas dari berbagai  kemanfaatan itu, ada beberapa kelemahan juga yang dihadirkan. Dengan media internet, kita akan bisa mengakses banyak situs web yang menyediakan software bajakan secara gratis. Setiap orang yang membutuhkan software dan ingin men-download-nya bisa dengan mudah mendapatkan software itu kapanpun dan dimanapun berada.
“Berdasarkan hasil riset pembajakan software International Data Corporations (IDC) tahun 2010,  Indonesia menduduki peringkat ke 11 sebagai negara yang paling besar pembajakan software.  Dengan prosentase pembajakan mencapai 87 persen, meningkat dari tahun 2009 yang mencapai 86 persen, merupakan parameter bahwa masih banyak pengguna software yang belum sadar. “ (dilansir VIVAnews.com)
Kondisi di tahun 2011 tak jauh berbeda dengan kondisi 2 tahun sebelumnya. Business Software Alliance (BSA) kembali merilis laporan survey perilaku pengguna dan sikap terhadap pembajakan perangkat lunak Hak Kekayaaan Intelektual (HKI).  Survey menunjukkan dari 32 negara, Indonesia menempati urutan ke 7 sebagai negara dengan pengguna perangkat lunak illegal. Tabel dibawah ini adalah 15 besar negara “Pembajak”
15 negara utama yang paling banyak melakukan pembajakan di seluruh dunia
Sebuah kondisi yang cukup memalukan negara kita menempati posisi ke tujuh dunia bukan karena prestasi yang dibanggakan namun karena tindakan yang kurang terpuji.  Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat tentang Hak Cipta dan kondisi perekonomian mayoritas penduduk di Indonesia  yang menyebabkan enggan atau tidak memungkinkan membeli software yang berlisensi.  Berikut ada contoh realita yang ada sebagai contoh, alangkah mahalnya untuk membeli sebuah komputer dengan berbagai kelengkapannya:
Monitor + CPU                    :       1.500.000
Windows XP                        :       1.000.000
MS Office 2010                   :       2.799.900
Adobe Acrobat Pro              :       7.990.000
Winzip                                  :          129.000
MYOB                                  :       5.500.000
Total                                             Rp. 18.918.900
Tentu kondisi seperti itu banyak yang secara praktis berpikir untuk membajak saja, mudah dan murah. Padahal sudah jelas kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam penggunaan software dan dalam aktivitas kita di dunia maya/internet.  Oleh karenannya kondisi maraknya kasus pembajakan software ini tentu secara nyata melanggar etika dan pelaksanaan UU Hak Cipta. Berikut kutipan saat Saya mewawancari seorang praktisi di bidang IT terkait masalah maraknya pembajakan Software ini.
“ Kalo bicara Indonesia, kita kan belum terbiasa beli software. Kita sejak kecil, sejak pertama kali kenal nginstal software, udah dapet SN (Serial Number)  nya dari rental atau dari mana. Dikira SN itu ya udah sepaket ma kalao kita pinjem / sewa cd. Kita ga ngerti kalau justru yang bikin mahal itu SN nya. Kita ga ngerti kalau agar dapet SN itu mesti bayar license.  tanpa sadar itu pencurian.Bahkan, orang2 kaya yang sanggup beli BB, Ipad, males beli aplikasi yang kadang cuma seharga 10rb.itu karena kita ga terbiasa beli software. Wong tinggal nginstal, barangnya ga kelihatan, kok dibeli.beda sama hardware.setelah dikasih tahu kalau itu mesti beli,belum selesai urusan, karena bagi kita online commerce itu masih repot “
(Bondan Satria N, Ketua OmahTI UGM 2011)
Bicara tentang etika, seperti yang kita kenal adalah terkait tentang kualitas baik (yang seyogyanya dilakukan) atau buruk (yang seyogyanya dihindari) atau nilai-nilai tindakan manusia untuk mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya dalam bertindak (Bourke, 1966 dalam Pramumijoyo dan Warmada, 2004 dalam Dewi & Gudono, 2007). Sehingga sudah jelas etika tentu erat kaitannya dengan moralitas. Bagaimana moralitas suatu bangsa itu akan terefleksikan dalam etika mereka dalam ber aktivitas, termasuk dalam penggunaan software bajakan ini. Lalu yang menjadi permasalahan bagaimana untuk membangun etika dan moralitas untuk mengurangi aktivitas pembajakan software ?  Berikut ada beberapa upaya yang bisa dilakukan.
  • Memahami UU tentang Hak Cipta
Tentu ini mutlak harus dilakukan, dengan memahami undang-undang ini maka kita akan tahu tentang hak cipta dan yang terpenting kita akan memahami bagaimana sikap kita untuk menghargai karya cipta yang dihasilkan orang lain. Pengenalan UU Hak Cipta ini sejak dini kepada anak-anak agar mereka mulai mengenal tentang Hak Cipta.
  • Membiasakan Membeli Software
Kebiasaan buruk di Indonesia menggunakan software bajakan tentu harus kita ubah. Perlahan namun pasti kita sudah saatnya mulai membiasakan menghargai setiap hasil cipta orang lain dengan membelinya.
  • Pemerintah Harus Memperketat Aturan
Mungkin hal ini yang secara pribadi saya rasakan. Memang Perundang-undangan sudah ada, namun implementasi dari undang-undang tersebut belum optimal. Hal ini membutuhkan peran dari pemerintah terutama kementerian Komunikasi dan Informasi dan Kementerian Hukum dan HAM. Sanksi yang tegas harus ada untuk memberikan efek jera dari para pelaku.
  • Sarana dan Prasarana Harus Mendukung
Penggunaan software secara legal biasannya dilakukan dengan membayar kepada perusahaan yang membuat software itu.  Tentu transaksi jual beli akan berlangsung yang biasannya dilakukan secara on-line.  Sehingga untuk mendukung itu semua perlu adanya perbaikan dan peningkatan sarana prasarana khususnya sebagai media transaksi online untuk memudahkan transaksi berlangsung.
  • Mengkampanyekan OpenSource
Opensource hadir sebagai solusi akan maraknya kasus pembajakan software dan lain sebagaiannya. Dengan sistem opensource ini, pengguna kebebasan untuk menggunakan dan mengoprek berbagai produk aplikasi ataupun software. Hal ini karena sistem pengembangannya tidak tersentral pada satu individu/perusahaan saja namun tersebar secara luas dan bebas dengan memanfaatkan kode sumber (source code) yang ada. Sehingga para pengguna bisa saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Demikian sebuah ulasan Saya terkait maraknya pembajakan konten/software yang menjadi sebuah kebiasaan di negeri ini. Moralitas dan etika seolah dihiraukan hanya untuk mendapatkan sebuah software secara cuma-cuma. Mari kita mulai dari diri kita sendiri dan mulai dari saat ini, sudah saatnya kita menghargai karya orang lain. Karena boleh jadi suatu saat kita menginginkan karya kita dihargai orang lain.
Oleh :

MAHASISWA JURUSAN ILMU KOMPUTER DAN ELEKTRONIKA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Sumber Referensi :
Sumber Gambar :

0 komentar:

Posting Komentar