Minggu, 13 Januari 2013

Teori Politik Islam dan Perjalanan Kekhalifahan

“…Dan jika setiap manusia berjalan dalam keseragamannya, masih ada yang ingin mendahului dan menjadi yang paling awal. Padahal setiap kelemahan akan terlihat ketika barisan terpecah, dan egoisme masing-masing tak dapat ditahan…”


Seperti pada malam-malam biasanya, malam ini akan dilaksanakan kajian mengenai Diskusi Epistemologi Islam. Dalam kajian kali ini, materi akan disampaikan oleh Abang Miftahul Huda. Pembawa acara pada mala mini langsung dipimpin oleh Muhammad Lutfi Firdaus, dan dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Quran, yakni Surat Al-Fathir, ayat 1-7. Dalam kesempatan kali ini, Mas Miftah menyampaikan permohonan maaf karena belum bisa menyampaikan dengan menggunakan slide. Dalam hal ini, beliau menyampaikan bahwa beliau sedikit malas dalam menyampaikan dengan slide, dan beliau sedikit membawa canda bahwa ada anugerah saat beliau menulis dengan slide. Dalam kesempatan kali ini, akan pertama kali dibahas mengenai teori-teori politik Islam.
Dalam pembahasan sebelumnya dibahas mengenai wajibnya ada keimamahan, dan kita adalah orang yang pertama kali harus mengawali adanya keimamahan. Dalil wajibnya keimamahan, selain memang kewajiban, adalah untuk mencegah kemudharatan, dan menunaikan kewajiban-kewajiban ummat Islam. Secara tidak langsung, dapat dikatakan, bahwa masyarakat suatu negara akan diatur oleh Al-Quran, dan As-Shunnah. Selain itu, dalil keempat, yaitu terwujudnya keadilan yang sempurna. Keadilan ini adalah dengan menentukan hukum berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Pada akhir dari pertemuan ini, adalah praktek-praktek keimamahan yang dapat dipelajari dalam sejarah Islam. Para Shahabat Nabi adalah orang-orang yang sangat kuat keinginannya untuk masuk Syurga.
Rasulullah dan para shahabat secara tidak langsung memang tidak merinci bagaimana bentuk keimamahan tersebut. Dalam hal pengertian mengenai kekurangan dan kelebihan kekhalifahan, maka perlu dirujuk bagaimana pertama kali kekhalifahan itu terbentuk pasca Rasulullah. Dalam kesempatan ini, Mas Miftah, akan sedikit melakukan review terhadap kekhalifahan Khullafatur Rasyidin.
-          Pengangkatan Abu Bakar
Hal ini dilakukan saat wafatnya Rasulullah, dan beberapa orang dari kaum Anshar berkumpul di Bani Syaqifah dan membahas mengenai pengganti Rasulullah. Kepemimpinan dilakukan dengan menjamin berlangsungnya kebutuhan agama dapat berjalan dengan baik, dan secara politik. Hikmahnya adalah betapa pentingnya kepemimpinan dalam ummat Islam, sehingga sampai dikatakan ummat ini tidak akan tenang walau sedetikpun tidak ada pemimpin, sehingga jenazah Rasulullah sempat terlantar, padahal Rasulullah pernah menyampaikan, bahwa ada beberapa yang harus disegerakan, yaitu datang waktu shalat, datang jenazah, dan datang kecocokan saat ingin menikah dengan janda. Hal ini menunjukkan bahwa keimamahan merupakan hal yang sangat penting, dan dalam kewajiban agama, yaitu mendirikan kepemimpinan ummat Islam merupakan hal fundamental. Hal yang terpenting, atau prinsip dasar, yaitu adanya wujud sempurna kekhalifahan, maka harus dipilih orang, dengan kriteria tertentu. Prinsip penting dalam pengangkatan khalifah menjadi hal fundamental. Dalam pemilihan ini, kekhalifahan ideal, ketika khalifah dipilih oleh ummat atau wakil-wakil atau tokoh-tokoh ummat. Hal ini dikenal sebagai syura (musyawarah). Prinsip kedua, adalah pemimpin ditaati hanya jika perintahnya tidak melanggar Al-Quran dan As-Sunnah. Khalifah hanya ditunjuk untuk mengkoordinasikan. Para ulama selalu menulis tentang mengapa Abu Bakar? Hal ini pernah dijelaskan bahwa yang pertama kali mencetuskan adalah orang-orang syiah, dan Ali adalah orang yang ditunjuk sebagai pengganti, dan dikalangan Syiah, Abu Bakar, Umar, dan Ustman, dianggap sebagai perampas hak Ali. Abu Bakar dipilih karena hampir tokoh-tokoh masuk Islam karena dakwah Abu Bakar. Abu Bakar adalah orang yang paling banyak menemani Rasulullah, dan beliau pernah bersabda, bahwa Abu Bakar adalah kekasih Rasul jika Allah mengijinkan untuk memiliki kekasih manusia. Penunjukan Abu Bakar sebagai imam shalat dijadikan hujjah oleh ulama sebagai suatu cara Rasulullah untuk menggantikan beliau. Isu lainnya adalah Ali tidak mau berbaiat kepada Abu Bakar. Hal ini harus diperhatikan, dan harus berhati-hati. Ali pada akhirnya tetap berbaiat kepada Abu Bakar.  
-          Pengangkatan Umar bin Khattab
Umar diklaim ditunjuk oleh Abu Bakar tanpa mekanisme Syura. Ada kekhwatiran, bahwa persatuan ummat Islam akan pecah di saat yang genting. Para shahabat sudah memiliki naluri bahwa suatu saat ummat akan pecah. Hal ini menjadi perhatian penting, bahwa ummat harus tetap dalam persatuan, dan tidak boleh membesarkan perbedaan-perbedaan kecil. Abu Bakar dengan melihat kepentingan ummat dan persatuan ummat, maka secara langsung menunjuk Umar, setelah bermusyawarah dengan para shahabat yang memiliki kualifikasi untuk bermusyawarah. Hal ini disebut dalam konsep “ahlul hali wal akdi”. Abu Bakar memanggil Abdurrahman bin Auf, dan menanyakan tentang bagaimana mengenai Umar? Beliau menjawab bahwa Umar adalah laki-laki terbaik yang terlihat. Lalu, memanggil Usman dan menanyakan hal yang sama. Dan beliau menjawab, bahwa Demi Allah sisi dalamnya lebih baik daripada sisi luarnya. Lalu memanggil sahabat yang lain, dan setelah melihat bahwa para sahabat sepakat, maka Abu Bakar mendikte Usman bin Affan, tentang surat wasiat tentang pengangkatan Umar bin Khattab. Jadi pada kepemimpinan Abu Bakar ke Umar bin Khattab, tetap ideal, dan kehidupan yang dilalui keduanya adalah keajaiban-keajaiban. Dan intinya prinsip musyawarah tetap dipakai.
-          Pengangkatan Usman bin Affan
Umar menunjuk 6 sahabat besar, yaitu Abdurrahman, Ali, Usman, Thalhah, Saad, dan … yang dikenal sebagai ahlul hali wal ahdi. Kemudian dilakukan penyelidikan, dan dilakukan muswarah selama 3 hari, dan di Masjid Madinah berakhir dengan pengangkatan Usman bin Affan. Lalu, disampaikan bahwa persatuan kaum muslimin masih bertahan. Seorang sahabat yaitu Usman yang dijamin masuk Syurga, ada fitnah di dalam pemerintahan beliau. Usman masih mengikuti manhaj dua khalifah, dan kesejahteraan terus tersebar di mana-mana, dan akhir pemerintahan ada fitnah, setelah timbulnya fanatisme terhadap kekabilahan. Usman bin Affan terbunuh secara lalim, sebelum menunjuk pengganti beliau. Hikmah yang dapat diambil bahwa Allah ingin menunjukkan adanya cara lain untuk memilih khalifah. Masalah ini nantinya yang akan mempengaruhi pada permasalahan kepemimpinan Ali, dan Muawiyah. Kepemimpina ideal adalah pembaitan yang ikhlas.
-          Pengangkatan Ali bin Abi Thalib
Terpilihnya Ali ketika kaum Muslimin sudah sangat besar, dan tersebar bukan hanya di Jazirah Arab. Saat era di kebijakan Usman, Usman sering mengangkat kerabat keluarga dalam bagian pemerintahan yang lain. Hal ini menyebabkan ketika Ali diangkat, maka ini menjadi alasan penolakan Muawiyah, karena masalah kaum muslimin yang sudah luas, dan hanya kaum madinah yang berbaiat kepada Ali. Pembaiatan Ali hanya dilakukan oleh Irak, Hijaz, kaum pemberontak dan Muawiyah menolak. Kewajiban bagi Ali untuk menyatukan negara. Pada akhirnya ada peperangan antara Ali, dan Muawiyah, dan para Shahabat. Sehingga, ada penganggapan, peristiwa politik “perebutan kekuasaan” sebagai pemicu dalam perpecahan ummat, dan menyebabkan mereka bersikap apolitis. Perpecahan ummat bukan karena keinginan untuk menjadi pemimpin, namun perpecahan ummat setelah Khulafatur Rasyidin, tidak lagi dalam keadaan ideal. Perpecahan yang terjadi bukan karena politik, namun karena kondisi ummat muslim yang tidak lagi ideal untuk menyatukan ummat. Kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah, menyatakan bahwa kepemimpinan Ali merupakan kepemimpinan yang sah, karena telah dibaiat, selain itu Ali merupakan shahabat terbaik yang ada pada kala itu. Ali pada akhirnya terbunuh, dan terjadi saat beliau shalat oleh orang Khawarij. Hal ini dapat ditarik satu garis, kekhalifahan berlangsung secara musyawarah, dibaiat, dan tidak ada nasab keluarga yang menjadi pewaris kekhalifahan.
Inilah periode Khulafatur Rasyidin, yang merupakan kekhalifahan yang sah, dan sesuai dengan Syariat Islam.
-          Pengangkatan Muawiyah
Muawiyah dibaiat oleh penduduk Syam, dan baru dibaiat oleh ummat setelah tahun persatuan. Hasan menyerahkan kekhalifahan pada Muawiyah, namun pada akhirnya Hasan meninggal karena diracun oleh istrinya. Hakikat pembaiatan Muawiyah karena adanya keterpaksaan. Pemberian kekuasaan Hasan adalah untuk mempersatukan ummat. Pada detik ini terjadi perpecahan antara idealisme dan realita. Dan pada akhirnya ada penyimpangan menuju arah Monarki atau kerajaan. Sekali lagi Muawiyah adalah sahabat Nabi.
-          Pewarisan Khalifah pada Yazid
Pemahaman ini adalah pewarisan ini disebabkan realitas masyarakat muslim tidak seideal Madinah. Ada kekhawatiran dalam diri Muawiyah, ummat akan berperang lagi. Ahlul Hali wal Akdi, seluruhnya adalah kerabat Muawiyah, dan mau tidak mau, khalifah harus berasal dari Bani Muawiyah. Ide ini tidak berasal dari Muawiyah. Khalifah Al Mughirah, datang pada Khalifah Muawiyah, dan meminta Yazid untuk menjadi khalifah. Muawiyah masih melakukan musywarah untuk melakukan kebijakannya dengan Ziad.    

Penulis : Abrory Agus Cahya Pramana

0 komentar:

Posting Komentar