Selasa, 31 Juli 2012

Why Amendment?

Seperti yang umum kita ketahui, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami 4 kali perubahan. Ketika sebuah grundnorm itu diadakan perubahan didalamnya, pastinya ada sesuatu yang mendasar yang menjadi alasannya. Mengingat bahwa Undang-Undang Dasar adalah dasar dari berjalannya hukum di suatu Negara.
Negara ini, Indonesia, telah mengalami beberapa era pemerintahan, sejak Orde Lama hingga yang saat ini berjalan–Reformasi. Waktu membuktikan bahwa Negara ini kurang menginginkan sistem yang dijalankan oleh Soekarno dan Soeharto. Oleh karena itu, senapan waktu yang ditarik pelatuknya pada pertengahan tahun 1998 telah membuka halaman baru dalam sejarah Bangsa Indonesia, yaitu saat dimulainya era reformasi yang hingga saat ini, kita masih enjoy untuk berada di dalamnya.



Negara Indonesia, seperti yang tertuang di dalam Pasal 1, ayat (3) UUD 1945, adalah Negara hukum. Sejauh yang saya ketahui, dalam konsep Negara hukum, yang menjadi rujukan tertinggi dalam mengambil keputusan adalah hukum. Sehingga ‘tingkat keadilan’ suatu hukum akan sangat berpengaruh terhadap perjalanan bangsa tersebut.

Jika kita perhatikan Undang-Undang Dasar sebelum perubahan memiliki ciri yang cukup khas, yaitu kekuasaan berat kepada lembaga eksekutif, khususnya presiden. Hal ini, menuruh Mahfud MD, menjadikan presiden sebagai penentu seluruh agenda politik nasional.

Ada sebuah adagium dari Lord Acton yang berbunyi “power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely”. Seperti yang kita tahu, kekuasaan yang terlalu besar dan tidak terdistribusi cenderung akan menuai otoriteritas. Itulah alasan pertama mengapa perlu diadakan perubahan dalam UUD 1945.
Kedua, Undang-Undang dasar memuat pasal-pasal penting yang klausulanya terlalu umum, sehingga dapat menimbulkan multitafsir. Terlebih pada zaman Orla dan Orba tafsir yang harus dianggap benar adalah tafsir dari pemerintah secara sepihak. Contohnya, pada Pasal 7 UUD 1945 sebelum perubahan, tertulis bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

Hal ini tentu saja dapat dimanfaatkan oleh presiden yang sedang menjabat untuk mencalonkan diri lagi dan lagi. Karena tidak ada batasan yang tegas terhadap masa jabatan maksimum yang boleh dijalani oleh seseorang. Karena itulah pada perubahan III ditambahkan klausula bahwa presiden dapat dipilih lagi hanya untuk satu kali masa jabatan.

Karena itu tentu saja perlu diadakan perubahan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal mendasar lain yang terdapat dalam perubahan yang berlangsung hingga 4 kali ini adalah dimuatnya masalah-masalah HAM secara rinci. Yang mana ini merubah posisi pengaturan HAM yang tadinya hanya berupa Undang-Undang yang dirancang oleh legislatif (yang tidak lepas dari pengaruh eksekutif) menjadi pasal-pasal yang tertera di konstitusi republik ini.

Keuntungan dari dimuatnya pasal-pasal tentang HAM secara rinci, pengawasan terhadap penerapan perlindungan HAM oleh pemerintah akan semakin mudah. Sehingga perlindungan terhadap segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945, dapat dilaksanakan dengan baik. Bukannya seperti yang terjadi di masa Orde Baru, dimana jika ada orang yang tidak sependapat dengan kebijakan pemerintah (yang terkadang curang) akan dianggap subversif dan akan ditangkap.

Terakhir, dengan ditambahkannya pasal 28A hingga 28J, Hak Asasi Manusia menjadi semakin terjamin. Terutama yang ingin saya soroti, pasal 28F yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk menyampaikan informasi melalui segala jenis saluran yang tersedia. Dengan demikian, masyarakat dapat mengomunikasikan pendapatnya melalui media dan aksi-aksi lainnya yang dampaknya adalah pengawasan yang lebih baik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah Negara ini.

Oleh :
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum
Universitas Gadjah Mada

0 komentar:

Posting Komentar